LAPORAN FIELDTRIP
PEMBUDIDAYAAN UDANG VANNAMEI DI KOLAM AIR PAYAU
DI PT. ESAPUTLII PRAKARSA UTAMA
BARRU, SULAWESI SELATAN
DOSEN : ABDULLAH, S.Pi., M.Si
DI SUSUN OLEH :
ANDIS NUGRAHA. N
1522 050 226
PROGRAM STUDY AGRIBISNIS PERIKANAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKAJENE DAN KEPULAUAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan
hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan ini dengan
judul Pembudidayaan Udang Vannamei di kolam air payau.
Penulis
menyadari banyak sekali kekurangan dalam penulisan laporan ini. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat
membangun demi perbaikan dimasa mendatang. Akhirnya, segala kesalahan
dan kekurangan adalah tanggung jawab penulis, namun apabila terdapat
kebenaran, semuanya karena petunjuk, tuntunan dan Ridho Allah sang
pencipta. Segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya di bidang
perikanan.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan dan kegunaan 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1. Taksonomi dan Klasifikasi Udang Vannamei 4
Morfologi ..................................................................... 3
Habitat dan Daur Hidup Udang Vannamei 7
Pakan dan Kebiasaan Makan Udang Vannamei 9
BAB III METEDOLOGI 11
Waktu Dan Tempat 11
3.2. Alat dan Bahan 11
3.3. Metode Pelaksanaan 11
3.4. Jenis Data 11
3.5. Sumber Data 12
VI PEMBAHASAN 13
Kontruksi Tambak 13
Pengelolaan Tambak 14
Pemeliharaan Udang 14
Pengelolaan Kesehatan Udang 16
Pemberian Pakan 17
Panen 18
BAB V PENUTUP 19
Kesimpulan 19
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar belakang
Udang
Vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli perairan Amerika
Latin. Udang ini dibudidayakan mulai dari pantai barat Meksiko ke Udang
Vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli perairan Amerika
Latin. Udang ini dibudidayakan mulai dari pantai barat Meksiko ke arah
selatan hingga daerah Peru. Beberapa petambak di Indonesia mulai mencoba
membudidayakan udang vannamei, karena hasil yang dicapai sangat luar
biasa. Apalagi produksi udang windu yang saat ini sedang mengalami
penurunan karena serangan penyakit, terutama penyakit bercak putih
(white spot syndrome virus) (Haliman R.W dan Adijaya D. S, 2005).
Menurut
Haliman R.W dan Adijaya D.S, (2005), Kehadiran udang vannamei diakui
sebagai penyelamat dunia pertambakan udang Indonesia. Petambak mulai
bergairah kembali,begitu pula para operator pembenihan udang. Operator
mulai membenikan udang vannamei untuk memenuhi kebutuhan petambak.
Awal
mula pembudidayaan udang vannamei dilakukan di Jawa Timur. Petambak di
Jawa Timur sangat antusias terhadap udang vannamei, bahkan 90% petambak
mengganti komuditas budidaya dari udang windu menjadi udang vannamei.
Dengan
semakin banyaknya petambak udang vannamei maka diperlukan prosedur
budidaya yang benar. Dengan demikian prokdukvitas udang vannamei dapat
ditingkatkan.Oleh karena itu penulis tertarik untuk menggambil judul
Teknik Pembesaran Udang Vannamei.
Awal
mula pembudidayaan udang vannamei dilakukan di Jawa Timur. Petambak di
Jawa Timur sangat antusias terhadap udang vannamei, bahkan 90% petambak
mengganti komuditas budidaya dari udang windu menjadi udang vannamei.
Dengan
semakin banyaknya petambak udang vannamei maka diperlukan prosedur
budidaya yang benar. Dengan demikian prokdukvitas udang vannamei dapat
ditingkatkan.Oleh karena itu penulis tertarik untuk menggambil judul
Teknik Pembesaran Udang Vannamei
.
.
Udang
Vannamei (Litopaneus vannamei) merupakan udang asli perairan amerika
latin, sejak 4 dekade terakhir budidaya udang ini mulai merebak dengan
cepat kekawasan asia seperti Taiwan, cina, dan malaysia, bahkan kini di
Indonesia (Hilman 2006). Udang vannamei masuk keindonesia pada tahun
2001. Pada Mei 2002 pemerintah memberi izin kepada dua perusahaan swasta
salah satunya PT. Central Pertiwi Bahari (CPB) desa Suak Kec. Sidomulyo
Kalianda Lampung Selatan Indonesia untuk mengimpor induk udang vannamei
sebanyak 2000 ekor, selain itu juga mengimpor benur sebanyak lima juta
ekor dari Hawaii serta 300.000 ekor dari Amerika latin. Induk dan benur
tersebut kemudian dikembangkan oleh hatchery pemula, sekarang usaha
tersebut telah dikomersialkan dan berkembang pesat karena peminat udang
vannamei semakin meningkat (Hilman 2006).
Kehadiran
udang vannamei diakui sebagai penyelamat dunia pertambakan udang di
Indonesian. Petambak mulai bergairah kembali begitu juga dengan para
operator pembenih udang. Operator mulai membenihkan udang vannamei untuk
memenuhi kebutuhan petambak. Awal mula pembudidayaan udang vannamei
dilakukan di Jawa Timur dan memperoleh keuntungan yang cukup memuaskan
sehingga petambak di luar Jawa Timur sangat antusias untuk
membudidayakan terhadap udang vannamei, Bahkan hampir 90% petambak
mengganti komoditas udang windu menjadi udang vannamei. Hal ini
dikarenakan produksi udang windu pada saat itu yang sedang berkembang
mengalami penurunan karena serangan penyakit dan virus terutam bercak
putih (White Syndrome Virus). Dengan semakin banyaknya petambak udang
vannamei maka diperlukan prosedur dan proses budidaya yang benar bagi
para hatchery baik dari guna memenuhi permintaan para petambak khususnya
petambak udang vannamei.
PT.
ESAPUTLI PRAKARSA UTAMA (Benur Kita) adalah salah satu perusahaan yang
bergerak dibidang pembenihan ikan bandeng dan pembudidayaan udang
vannamei perusahaan ini berada di Bojo, kecamatan Mallusetasi, kabupaten
Barru, provinsi Sulawesi Selatan.
Tujuan dan KegunaanKegiatan Fieldtrip ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses pembudidayaan udang vannamei sehingga menghasilkan udang yang bernilai ekonomis tinggi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi dan anatomi udang vannameiklasifikasi udang vannamei (Litopenaeus vannamei) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metazoa
Filum : Artrhopoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malascostraca
Subkeas : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Subordo : Dendrobrachiata
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
Morfologi
Gambar 1. Morfologi Udang Vanname
Udang
putih vaname sama halnya seperti udang penaid lainnya, binatang air
yang ruas-ruas dimana pada tiap ruasnya terdapat sepasang anggota badan.
Anggota ini pada umumnya bercabang dua atau biramus. Tubuh udang secara
morfologis dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu cepalothorax atau
bagian kepala dan dada serta bagian abdomen atau perut. Bagian
cephalothorax terlindungi oleh kulit chitin yang tebal yang disebut
carapace. Secara anatomi cephalotorax dan abdomen, terdiri dari
segmen-segmen atau ruas-ruas. Masing-masing segmen memiliki anggota
badan yang mempunyai fungsi sendiri-sendiri (Elovaara, 2001).
Kulit
chitin pada udang penaidae akan mengelupas (ganti kulit) setiap kali
tubuhnya akan membesar, setelah itu kulitnya mengeras kembali
(Martosudarmo dan Ranumiharjo, 1980; Tricahyo, 1995; Suyanto dan
Mujiman,1990). Menurut Martosudarmo et al., (1983), tubuh udang penaeid
terdiri dari tiga bagian yaitu:
Kepala
Kepala
terdiri dari enam ruas, pada ruas kepala pertama terdapat mata majemuk
yang bertangkai, beberapa ahli berpendapat bahwa mata bertangkai ini
bukan suatu anggota badan seperti pada ruas-ruas yang lain, sehingga
ruas kepala dianggap berjumlah lima buah. Pada ruas kedua terdapat
antena I atau antenules yang mempunyai dua buah flagella pendek yang
berfungsi sebagai alat peraba dan pencium. Ruas ketiga yaitu antena II
atau antennae mempunyai dua buah cabang yaitu cabang pertama (exopodite)
yang berbentuk pipih dan tidak beruas dinamakan prosertama. Sedangkan
yang lain (Endopodite) berupa cambuk yang panjang yang berfungsi sebagai
alat perasa dan peraba. Tiga ruas terakhir dari bagian kepala mempunyai
anggota badan yang berfungsi sebagai pembantu yaitu sepasang mandibula
yang bertugas menghancurkan makanan yang keras dan dua pasang maxilla
yang berfungsi sebagai pembawa makanan ke mandibula. Ketiga pasang
anggota badan ini letaknya berdekatan satu dengan lainnya sehingga
terjadi kerjasama yang harmonis antara ketiganya.
Dada
Bagian
dada terdiri dari delapan ruas yang masing-masing ruas mempunyai
sepasang anggota badan yang disebut Thoracopoda. Thoracopoda pertama
sampai dengan ketiga dinamakan maxilliped yang berfungsi sebagai
pelengkap bagian mulut dalam memegang makanan. Thoracopoda lainnya (ke-5
s/d ke-8) berfungsi sebagai kaki jalan yang disebut pereipoda.
Pereipoda pertama sampai dengan ketiga memiliki capit kecil yang
merupakan ciri khas dari jenis udang penaeid.
Perut
Bagian
perut atau abdomen terdiri dari enam ruas. Ruas yang pertama sampai
dengan ruas kelima masing-masing memiliki sepasang anggota badan yang
dinamakan pleopoda. Pleopoda berfungsi sebagai alat untuk berenang oleh
karena itu bentuknya pendek dan kedua ujungnya pipih dan berbulu (setae)
pada ruas yang keenam pleopoda berubah bentuk menjadi pipih dan melebar
yang dinamakan uropoda, yang bersama-sama dengan telson berfungsi
sebagai kemudi.
Warna dari udang Vannamei ini putih
transparan dengan warna biru yang terdapat dekat dengan bagian telson
dan uropoda (Lightner et al., 1996).
Alat kelamin udang jantan disebut petasma, yang terletak pada p
angkal
kaki renang pertama. Sedangkan alat kelamin udang betina disebut juga
dengan thelicum terbuka yang terletak diantara pangkal kaki jalan ke
empat dan ke lima (Tricahyo, 1995; Wyban dan Sweeney, 1991).
Pada
stadia larva, udang putih mamiliki enam stadia naupli, tiga stadia
zoea, dan tiga stadia mysis dalam daur hidupnya (Elovaara, 2001).
Setelah perkawinan induk betina mengeluarkan telur-telurnya (spawning),
yang segera di buahi sperma tersebut, selesai terjadi pembuahan, induk
betina segera ganti kulit (moulting). Pada pagi harinya dapat dilihat
kulit-kulit dari betina yang selesai memijah. Jadi perkawinan pada udang
open telikum terjadi setelah gonad matang telur. Telur-telur yang telah
dibuahi akan terdapat pada bagian dasar atau melayamg-layang di air
(Wyban dan Sweeney, 1991). Cara ini berbeda dengan udang windu yang
merupakan close telikum, dimana perkawinan terjadi sebelum gonad udang
betina berkembang atau matang.
Habitat dan Daur Hidup Udang Vannamei
Gambar 2. Siklus hidup Udang Vannamei
Habitat
udang berbeda-beda tergantung dari jenis dan persyaratan hidup dari
tingkatan-tingkatan dalam daur hidupnya. Pada umumnya udang bersifat
bentis dan hidup pada permukaan dasar laut. Adapun habitat yang disukai
oleh udang adalah dasar laut yang lumer (soft) yang biasanya campuran
lumpur dan pasir. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa induk udang putih
ditemukan diperairan lepas pantai dengan kedalaman berkisar antara 70-72
meter (235 kaki). Menyukai daerah yang dasar perairannya berlumpur.
Sifat hidup dari udang putih adalah catadromous atau dua lingkungan,
dimana udang dewasa akan memijah di laut terbuka. Setelah menetas, larva
dan yuwana udang putih akan bermigrasi kedaerah pesisir pantai atau
mangrove yang biasa disebut daerah estuarine tempat nurseri groundnya,
dan setelah dewasa akan bermigrasi kembali ke laut untuk melakukan
kegiatan pemijahan seperti pematangan gonad (maturasi) dan perkawinan
(Wyban dan Sweeney, 1991). Hal ini sama seperti pola hidup udang penaeid
lainnya, dimana mangrove merupakan tempat berlindung dan mencari
makanan setelah dewasa akan kembali ke laut (Elovaara, 2001).
Pada
udang putih, ciri-ciri telur yang telah matang adalah dimana telur akan
terlihat berwarna coklat keemasan (Wyban dan Sweeney,1991). Udang putih
mempunyai carapace yang transparan, sehingga warna dari perkembangan
ovarinya jelas terlihat. Pada udang betina, gonad pada awal
perkembangannya berwarna keputih-putihan, berubah menjadi coklat
keemasan atau hijau kecoklatan pada saat hari pemijahan (Lightner et
al., 1996).
Telur jenis udang ini tergantung dari ukuran individu,
untuk udang dengan berat 30 gram sampai dengan 45 gram telur yang di
hasilkan 100.000 sampai 250.000 butir telur. Telur yang mempunyai
diameter 0,22 mm, cleaveage pada tingkat nauplis terjadi kira-kira 14
jam setelah proses bertelur (Anonymous, 1979). Menurut Lim et al.,
(1989), perkembangan larva udang penaeid terdiri dari beberapa stadia
yaitu:
Stadia nauplius
Nauplius bersifat
planktonik dan phototaxis positif. Dalam stadia ini masih memiliki
kuning telur sehingga belum memerlukan makanan. Perkembangan stadia
nauplius terdiri dari enam sub stadium. Nauplius memiliki 3 pasang organ
tubuh yaitu antena pertama, antena kedua dan mandible. Antena pertama
uniramous, sedangkan 2 alat lainnya biramous.
Stadia Zoea
Perubahan
bentuk dari nauplius menjadi zoea memerlukan waktu kira-kira 40 jam
setelah penetasan. Pada stadia ini larva dengan cepat bertambah besar.
Tambahan makanan yang diberikan sangat berperan dan mereka aktif memakan
phytoplankton. Stadia akhir zoea juga memakan zooplankton. Zoea sangat
sensitif terhadap cahaya yang kuat dan ada juga yang lemah diantara
tingkat stadia zoea tersebut.
Zoea terdiri dari tiga substadia
secara kasar tubuhnya di bagi kedalam tiga bagian, yaitu carapace,
thorax dan abdomen. Tiga substadia tersebut dapat dibedakan berdasarkan
segmentasi abdomen dan perkembangan dari lateral dan dorsal pada setiap
segmen.
Stadia mysis
Larva mencapai stadia mysis
pada hari ke lima setelah penetasan. Larva pada stadia ini kelihatan
lebih dewasa dari dua stadia sebelumnya. Stadia mysis lebih kuat dari
stadia zoea dan dapat bertahan dalam penanganan. Stadia mysis memakan
phytoplankton dan zooplankton, akan tetapi lebih menyukai zooplankton
menjelang stadia mysis akhir (M3). Mysis memilki tiga sub stadia dimana
satu dengan lainnya dapat dibedakan dari perkembangan bagian dada dan
kaki renang.
Stadia post larva
Perubahan bentuk
dari mysis menjadi post larva terjadi pada hari kesembilan. Stadia post
larva mirip dengan udang dewasa, dimana lebih kuat dan lebih dapat
bertahan dalam penanganan. Kaki renang pada stadia post larva bertambah
menjadi tiga segmen yang lebih lengkung. Post larva bersifat planktonik,
dimana mulai mencari jasad hidup sebagai makanan
Pakan dan Kebiasaan Makan Udang Vannamei
Makanan
udang penaeid terdiri dari crustacea dan molusca yang terdapat 85 %
didalam pencernaan makanan dan 15 % terdiri dari invertebrata benthis
kecil, mikroorganisme penyusun detritus, udang putih demikian juga di
alam merupakan omnivora dan scavenger (pemakan bangkai). Makanannya
biasanya berupa crustacea kecil, amphipouda dan plychacetes atau cacing
laut (Wyban dan Sweeney, 1991). Lebih lanjut dikatakan dalam
pemeliharaan induk udang putih, pemberian pakan udang putih 16 % dari
berat total adalah cumi, 9 % cacing dengan pemberian pakan empat kali
perhari.
Udang mempunyai pergerakan yang hanya terbatas dalam
mencari makanan dan mempunyai sifat dapat menyesuaikan diri terhadap
makanan yang tersedia lingkungannya. Di alam larva udang biasanya
memakan zooplankton yang terdiri dari trochophora, balanos, veliger,
copepoda, dan larva polychaeta (Tricahyo, 1995).Udang putih termasuk
golongan udang penaeid. Maka sifatnya antara lain bersifat nocturnal
artinya aktif mencari makan pada malam hari atau apabila intensitas
cahaya berkurang. Sedangkan pada siang hari yang cerah lebih banyak
pasif, diam pada rumpon yang terdapat dalam air tambak atau membenamkan
diri dalam Lumpur (Nurdjana et al., 1989).
BAB III
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Penulisan
laporan ini berdasarkan fieldtrip mahasiswa yang dilaksanakan pada
tanggal 8 November 2016, di PT Esaputli Prakarsa Utama (Benur Kita)
kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
Alat dan Bahan
Pulpen
Buku
Kertas HVS
Hp
Benur
Nener
Induk Ikan Bandeng
Metode Pelaksanaan
Tinjauan Kepustakaan
Penelitian
yang dilakukan dengan cara mengumpulkan, membaca dan mempelajari
literatur dan catatan yang berhubungan dengan pembenihan dan
pembudidayaan dalam penyusunan laporan ini
Penelitian Lapangan
Metode
observasi yaitu metode yang dilakukan dengan turun langsung kelapangan
untuk memperoleh sejumlah data-data yang berhubungan dengan pembahasan
ini yang bersumber dari perusahaan.
Jenis Data
Data Kualitatif
Data yang berupa penjelasan dari pihak perusahaan yang bersangkutan.
Data Kuantitatif
Data
yang berupa angka atau bilangan yang diperoleh secara langsunng dari
perusahaan sesuia dengan bentuknya yang nantinya akan diolah atau
dianalisis dengan menggunakan perhitungan matematika dan statistik.
Sumber Data
Data Primer
Data
yang diperoleh dari hasil penelitian langsung ke perusahaan. Data ini
diperoleh melalui wawancara terhadap petugas perusahaan yang jawabannya
nantinya diolah kedalam laporan ini
Data Sekunder
Data
yang diperoleh dari literatur atau internet sebagai pelengkap data
primer.
BAB IV
PEMBAHASAN
Kontruksi Tambak
Teknologi
yang diperkenalkan melalui leaflet ini adalah Semi Intensif. Dalam
budidaya udang semi intensif, sistem budidaya yang diterapkan sebaiknya
memakai sistem “ resirkulasi” dengan rasio luas tambak 40%:60% antara
petak tandon dengan petak pemeliharaan. Konstruksi tambak terutama
tanggul/pematang harus kuat, kedap air (tidak rembes dan bocor), tidak
mudah longsor, pintu masuk dan keluar terpisah, bentuk caren melintang
di tengah dasar tambak.
Jenis dan fungsi petakan dan saluran
tambak yang diperlukan dalam budidaya udang semi intensif dengan sistem
resirkulasi tertutup yaitu :
Petak tambak karantina yang berfungsi sebagai petak isolasi air media, baik air baru ataupun air lama (air resirkulasi);
Saluran suplai air yang menampung air dengan baku mutu air standar, yang didistribusikan ke petak-petak pembesaran;
Petak pembesaran dipergunakan sebagai petak pemeliharaan udang hingga panen;
Saluran pembuangan yang berasal dari petak pembesaran, berfungsi sebagai saluran pengendapan lumpur/limbah.;
Petak
tandon (bio filter/ bio screen) petak tambak yang dipelihara organisme
jenis ikan multispeies dan ikan (bioscreen/biofilter) guna untuk
memangsa hama penular penyakit udang;
Petak unit pengolah limbah
berfungsi sebagai petak penampungan air buangan kotoran (limbah) udang,
terutama air buangan limbah tambak;
Elevasi dasar tambak petak
pembesaran udang terhadap saluran pembuangan (air surut terendah) yang
standar dan ideal akan mempermudah pengelolaan air dan pembuangan
lumpur/kotoran, baik secara harian maupun dalam kondisi tertentu.
Central
drain; adalah sistem pembuangan air yang dibuat /diletakan di titik
konsentrasi pengumpulan kotoran, yaitu pada bagian tengah petak
pembesaran udang;
Pintu monik; adalah model pintu pembuangan air
yang terbuat dari pasangan bata/batu dan cor semen. Pintu pengatur
berada pada pematang bagian sisi dalam, sementara buis beton pembuangan
air menghadap ke saluran pembuangan air;
Pematang dan dasar
tambak; Dimensi pematang yang ideal (dibuat dari tanah) untuk tambak
udang adalah lebar atas antara 2,5 – 3,5 m, lebar bawah antara 7,0 – 9,0
m dan tinggi antara 1,5 – 2,0 m, kemiringan/slope 45 – 60 derajat
Pengelolaan Tambak
Pengelolaan
tambak meliputi : pengeringan, pembalikan tanah, pengapuran dan
pemasukan air. Pengeringan dasar tambak dapat dilakukan selama 7-10 hari
sampai tanah dasar tambak retak-retak, kemudian dilakukan pembalikan
tanah. Jika pH tanah kurang dari 6,5, maka perlu dilakukan pengapuran
dengan dosis
Pemeliharaan Udang
Penyiapan Media Air Tahapan pada proses penyiapan media air adalah:
Sterilisasi media air : dengan aplikasi kaporit 30 ppm dan saponin 10-12 ppm
Pengisian air : dilakukan hingga ketinggian mencapai 0,8-1,0 m
Pemupukan awal : pupuk organik 300-500 kg/ha
Adaptasi media air : tingkat kecerahan air awal berkisar 40-45 cm.
Pemilihan dan Penebaran Benih Ciri-ciri benur yang sehat :
Ukuran seragam
Gerakan lincah dan menantang arus
Respon terhadap gerakan
Putih transparan, kaki bersih, isi usus tidak putus, adaptif terhadap perubahan salinitas dan bebas virus
Padat
penebaran yang optimal pada pembesaran udang vaname dengan teknologi
semi intensif adalah 15 – 40 ekor per meter persegi atau 150.000 –
400.000 ekor/ha.
Masa Pemeliharaan Tahapan yang dilakukan dalam pemeliharaan adalah :
Pengaturan dan pemberian pakan
Manajemen plankton
Pengelolaan air
Pengamatan kondisi dan pertumbuhan udang. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
Kesehatan dan kondisi udang
Pertambahan berat harian
Tingkat kelangsungan hidup, serta
Biomass
Ada beberapa parameter yang selalu dijaga dan dikontrol dalam pelaksanaan pembesaran, diantaranya adalah :
Salinitas
Pada
umumnya budidaya udang vannamei, air yang digunakan dalam tambak adalah
air payau, yaitu campuran air laut dan air tawar pada perbandingan
tertentu. Tetapi pada lokasi praktek kerja lapang ini hanya mengandalkan
air payau dengan salinitas dalam pemebesaran udang vannamei berkisar
antara 20 – 25 ppt.
Oksigen
Oksigen pada air,
yang sering disebut dissolved oksigen adalah oksigen terlarut dalam air
yang sangat dibutuhkan biota perairan. Kuantitas DO dijaga dengan
pemberian kincir dengan jumlah mengikuti jumlah tebaran benur yang
ditebar. Hal ini dilakukan karena, akan menentukan seberapa besar jumlah
kebutuhan oksigen terlarut. Parameter ini dijaga hingga diatas 4 ppm,
karena pada kondisi dibawah angka itu, udang sudah tidah dapat lagi
bertoleransi yang bisa mengakibatkan kematian.
Menurut Tebbut
(1992) dalam Effendi (2006) menjelaskan bahwa, kadar oksigen terlarut
yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologis bagi manusia. Ikan dan
organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dalam jumlah cukup.
Kebutuhan oksigen sangat dipengaruhi oleh suhu, dan bervariasi antar
organisme.
pH air
Pada pembesaran udang vannamei,
parameter pH dilakukan pengecekan setiap hari di pagi hari dan sore
hari dengan menggunakan pH meter. Karena menurut Effendi (2006),
sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai
pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi
perairan, misal proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah.
Pengelolaan Kesehatan Udang
Pengamatan
dan monitoring kesehatan udang di tambak dilakukan melalui pengamatan
secara visual terhadap nafsu makan, pertumbuhan, kelengkapan organ dan
jaringan tubuh.
Ciri-ciri udang yang kurang sehat adalah :
Terdapat bakteri Zoothammium sp pada insang dan tubuh
Karapas (kepala) dan kulit abdomen (badan) berlumut
Ekor gerepes, insang kotor, antena putus
Daging udang keropos, warna tubuh dan ekor kemerahan.
Pengamatan Rutin. Dilakukan untuk melihat populasi dan kesehatan setiap saat, Ciri-ciri udang sehat adalah :
Gerakan aktif, berenang normal dan melompat bila anco di angkat
Respon positif terhadap arus, cahaya, bayangan dan sentuhan
Tubuh bersih, licin, berwarna cerah, belang putih yang jelas
Tubuh tidak keropos, anggota tubuh lengkap
Kotoran tidak mengapung
Ujung ekor tidak geripis
Ekor dan kaki jalan tidak menguncup
Insang jernih atau putih serta bersih
Kondisi usus penuh, tidak terputus-putus Pencegahan Penyakit
Air pemeliharaan diusahakan bebas kontaminasi virus dengan kaporit atau pengendapan dan filtrasi dengan biofilter
Pemeliharaan fitoplankton sebagai penyerap racun melalui aplikasi pupuk urea
Pengamatan secara rutin terhadap pH, suhu, salinitas dan kecerahan air
Lakukan disiplin kaidah, aturan dan prinsip utama budidaya udang yang berwawasan lingkungan
Pemberian Pakan
Menurut
Soeseno (1993), untuk benur dipakai pakan berbentuk crumble halus yang
butirannya rata-rata 0,5 mm. Sesudah umur 2 bulan, makanan diganti
dengan yang berbentuk crumble kasar yang butirannya rata-rata sebesar 2
mm. seudah 3 bulan, pakan diganti lagi dengan yang berbentuk pellet
seperti potongan obat nyamuk bergaris tengah 3 mm sependek 2 cm itu.
Sesudah berumur 3,5 bulan pelletnya lebih kasar, bergaris tengah 1 cm
dengan panjang potongan 5 cm.
Pakan udang ada dua macam, yaitu
pakan alami yang terdiri dari plankton, siput-siput kecil, cacing kecil,
anak serangga dan detritus (sisa hewan dan tumbuhan yang membusuk).
Pakan yang lain adalah pakan buatan berupa pelet. Pada budidaya yang
semi intensif apalagi intensif, pakan buatan sangat diperlukan. Karena
dengan padat penebaran yang tinggi, pakan alami yang ada tidak akan
cukup yang mengakibatkan pertumbuhan udang terhambat dan akan timbul
sifat kanibalisme udang.
Panen
Udang dipanen
disebabkan karena tercapainya bobot panen (panen normal) dan karena
terserang penyakit (panen emergency). Panen normal biasanya dilakukan
pada umur kurang lebih 120 hari, dengan size normal rata-rata 40 – 50.
Sedang panen emergency dilakukan jika udang terserang penyakit yang
ganas dalam skala luas (misalnya SEMBV/bintik putih). Karena jika tidak
segera dipanen, udang akan habis/mati.
Udang yang
dipanen dengan syarat mutu yang baik adalah yang berukuran besar, kulit
keras, bersih, licin, bersinar, alat tubuh lengkap, masih hidup dan
segar. Penangkapan udang pada saat panen dapat dilakukan dengan jala
tebar atau jala tarik dan diambil dengan tangan. Saat panen yang baik
yaitu malam atau dini hari, agar udang tidak terkena panas sinar
matahari sehingga udang yang sudah mati tidak cepat menjadi merah/rusak.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Proses
pembudidayaan udang vannamei dengan cara melakukan pemiliha tambak dan
menentukan kontruksinya, melakukan pengapuran, pemasukan air, kontol
salinitas, penaburan benih, pemeliharaan benih, penghin daraan benih
dari penyakit pemberian pakan dan yang terakhir panen hasil usaha
tersebut.
Saran
Pada saat fieltdtrip kedepannya
sebaiknya disiapkan kuisioner agar mahasiswa dapat mendapatkan ilmu
sesuai dengan modul yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA
PT. Esaputli Prakarsa Utama 2016. Pembenihan ikan bandeng dan udang vannamei. Barru
http://www.produknaturalnusantara.com/panduan-teknis-budidaya-perikanan/panduan-cara-budidaya-udang/.
Di akses pada 10 November 2016
http://rochmaputri.blogspot.co.id/. Di akses pada 10 November 2016
http://andiarbeta.blogspot.co.id/2012/09/cara-benar-budidaya-udang-vaname.html. Di akses pada 10 November 2016
http://liansyah-a-ns.blogspot.co.id/2015/11/budidaya-udang-vannamei-litopenaeus.html. Di akses pada 10 November 2016